How much it cost to take CELPIP test?

The fee for the CELPIP-General LS Test is $185.00 CAD, the earlier fee for CELPIP Test was $175.00 CAD but it has been increased to $185.00 CAD for the all test sittings on or after October 1, 2016…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Perubahan Cara Bertahan

Aku belum sepenuhnya memahami diriku sendiri. Aku sering berlari, lalu terjatuh, lalu aku berjalan, dan tetap terjatuh. Tidak ada kata menyerah, ku paksakan diri ini untuk merangkak, namun mereka dengan sadarnya menginjak jari-jari kecilku.

Mungkin dulu hari-hari kecilmu tidak segelap milikku. Bagus untukmu dan bagus untukku. Kita terbiasa bertahan dengan cara yang berbeda. Rasanya tidak adil menjelaskan bagaimana dirimu bertahan. Maka kujelaskan milikku saja.

Sebagaimana kujelaskan, aku adalah petualang. Aku sudah diharuskan bepergian semenjak sinar matahari pertamaku. Bukan hal yang menyedihkan tentunya. Aku tidak bersekolah, namun aku pandai berhitung dan menggambar. Berlarian di pantai ataupun di ujung dermaga adalah favoritku. Melemparkan diri ke air adalah pelepasanku.

Air sampai sekarang masih jadi penenangku. Walaupun aku tau, suatu saat dia akan menelanku dan menahanku di dasar. Air rasanya berbeda dengan pelukan ibuku. Tapi aku suka keduanya.

Saat usiaku 6 tahun aku mulai bersekolah, meskipun dalam sebulan tak pernah penuh. Masih banyak perjalanan yang harus ku arungi. Aku tak mengenal tangisan, tak mengenal rasa sakit dalam diri itu apa, yang ku kenal hanyalah luka akibat sepeda bmxku, darah dari goresan aspal yang rasanya membakar kulitku. Anak kecil memang harus bahagia bukan?

Aku tidak pernah belajar bahwa nantinya akan ada rasa sakit seperti ini. Siapapun tidak akan pernah siap untuk menerima kebahagiaannya hancur. Tidak akan siap dengan dapur yang hangat secara semalam berubah menjadi dapur terbengkalai.

Sebelumnya satu ataupun sepuluh teriakan tidak menggangguku. Tangisan yang hanya keluar saat pelajaran matematikaku. Ketika sebuah tangan melayang ataupun suatu hal yang terpaksa menusuk kulitku. Pertengkaran-pertengkaran biasa yang masih dapat kuterima. Aku tidak apa-apa.

Namun hari itu datang, dimana aku sepenuhnya berhenti menangis. Alasannya mudah: terlalu menyakitkan melihat orang lain menangis, apalagi seseorang itu adalah orang yang kamu sayang. Bagiku menangis adalah sebuah pilihan. Dan aku membuang pilihan itu. Salah satu keputusan terburuk dalam hidupku. Akan ku sesali di kemudian hari.

Mulai hari itu aku dipaksa untuk menjadi dewasa. Sudah tidak ada lagi anak berusia 10 tahun itu. Bangun-beraktivitas-berjalan-menjadi yang terbaik-terus menjadi yang terbaik. Terkadang aku harus menumpang makan di rumah temanku. Aku hanya tidak ingin pulang. Karena rasanya sama saja. Kosong.

Aku belajar merawat lukaku sendiri, sobekan kawat, jari yang hampir putus, tusukan kaca, goresan aspal, atau ketidakteranggapanku tidak pernah membawaku sampai ke tahap tangisan. Hanya gigitan pada bibir, atau cubitan pada kulit yang membuatku tetap kuat. Sampai akhirnya rasa sakitnya meningkat dan memohon untuk diberi lebih.

Sebuah kalimat yang selalu muncul saat ditanya kondisi adalah

Terbiasa untuk menyimpan seorang diri adalah sebuah hal yang aku tidak tau benar atau salahnya. Terbiasa untuk terlihat baik-baik saja. Aku tidak bisa menunjukkan diri sebagai produk gagal lainnya. Aku harus bertahan. Aku bisa bertahan.

Cara yang tidak sehat untuk bertahan. Namun kulakukan untuk tetap bertahan. Ingin rasanya memeluk tubuh ringkih ibuku. Namun tak pernah kulakukan, karena aku takut melukainya lagi dan lagi. 5 tahun sudah aku berpisah dengan tangisku. 5 tahun penuh dengan perpisahan, tanah kuburan, kepergian, tanpa tangisan. Ingin rasanya aku berteriak dan menangis. Tapi disinilah aku, dengan segala rasa sesaknya.

Suatu hari, ditengah kesibukanku di bangku SMA. Air mata berjatuhan. Tanpa sebab dan tak kenal waktu. Bodohnya. Mulai hari itu aku sedikit menarik diri dari dunia. Aku terlalu bingung untuk menjelaskan apa yang terjadi. Hidup bukannya tak menyenangkan, namun adapula hal-hal yang memang tidak bisa ku jelaskan atau malu untuk ku jelaskan. Aku bahagia dengan caranya.

Menarik diri merupakan salah satu mekanisme bertahan bukan? Kulakukan berkali-kali, karena aku tidak bisa berhadapan dengan orang lain. Aku datang menyelesaikan kewajiban, pergi tanpa menuntut hak. Hanya menghilang saja. Peradaban sering bertanya-tanya. Namun memang belum kutemukan penjelasan yang tepat.

Telingaku berdenging, aku bisa merasakan aliran darahku, jantungku yang sedang memompa, oksigen masuk ke rongga hidung, bahkan tiupan angin di lenganku. Menyenangkan? Membuatmu gila, karena saat itu hanya dirimu, membuatmu mual dengan semua tanda-tanda kehidupan itu.

Akhirnya aku menemukan sebuah sandaran. Aku yang tidak pernah memperbolehkan diri untuk bergantung pada orang lain? Ya. Kali ini aku bersandar. Aku hanya terlalu lelah. Biarkan aku tertidur di punggungmu walau hanya sebentar.

.

.

.

.

.

Ditulis terakhir 4 Mei 2021. Seharusnya itu bukan akhir, tetapi otakku macet parah. Jadi biarkan saja ya, kapan-kapan aku selesaikan.

Mohon maaf, Red.

Add a comment

Related posts:

Fall Photoshoot with Chloe

For my fall photoshoot assignment, I chose to photograph a friend of mine along a forest trail at Centennial Park in Thunder Bay, Ontario. I chose to photograph a subject instead of doing detail or…

A Soccer Analogy

As a lifelong fan of the beautiful game of football (for my American readers, football = soccer), and having almost equally long involvement in software development, can’t help seeing some parallels…